SINOPSIS
Tyas sudah terlalu pusing memikirkan bagaimana cara untuk mendapat persetujuan untuk menikahi pacarnya. Bapak pacarnya punya sentimen negatif tentang dirinya. Ada rencana putus asa yang telah ia pikirkan sejak lama untuk mendapatkan restu dari calon mertuanya.
Sejujurnya gua bangga banget punya anak
pintar, tampan, dan punya pendidikan yang gemerlap, Raiden. Apa pun yang ia
lakuin, gua selalu dukung karena gua tahu dia punya cara pikir yang cemerlang.
Tapi tidak dengan pilihan calon istrinya.
Namanya Tyas Mirasih... aktris, model
entahlah. Hal yang gua enggak suka adalah isu tentang dirinya yang disangkut
pautkan dalam kasus prostitusi. Gua ikutin beritanya, dan inisial namanya
disebut berkali – kali; Gua takut kalau pernikahan ini cuma dipake buat
menutupi skandal itu.
Setiap kali anak gua bawa Tyas ke rumah, gua
selalu keinget tentang isu itu. Jadi gua bersikeras untuk tidak merestui
pernikahan mereka. Sudah berbulan – bulan sejak topik ini dibawa oleh Raiden.
Dia masih belum menyerah.
Sekarang, gua dan Raiden, sedang
berkendara mobil menuju Transmart. Dia berhasil maksa gua untuk memberi Tyas kesempatan.
Jadi hari ini dia minta gua untuk berpikir terbuka dan menghabiskan waktu
dengan Tyas.
Kami tiba di pintu masuk dan Tyas sudah di
sana menunggu dengan pakaian yang terlihat sopan dengan rok selutut dan scarf bermotif
bunga yang melilit indah di lehernya. Dia berdandan seperti cewek yang bakal
kencan.
“Inget ya, pa. Jangan berpikir tertutup. Tyas
itu anaknya baik kok” kata Raiden, berjalan berdampingan dengan gua menuju
Tyas. Sampai akhirnya kami berdua dekat dengan Tyas, gadis itu menghampiri
kami.
“Pagi, pa” ya, dia manggil gua papa meski dia
belum dapat persetujuan untuk jadi menantu dari gua. Dia pindah dan peluk
Raiden di samping gua. “Yuk. Filmnya udah mau mulai. Bye” dia merangkul lengan
gua sambil pamit dengan Raiden.
Hari ini gua harus menghabiskan waktu dengan
Tyas.
Dia enggak bicara apa – apa setelah Raiden enggak
ada, cuma ngerangkul dan berjalan menuju lantai tiga dengan tangan masih
merangkul gua dengan kuat. Lengan gua bisa ngerasain payudaranya dan bikin gua
bertanya – tanya apakah dia pakai bra atau enggak karena sentuhannya terasa
lembek.
Tiba di CGV dan akhirnya Tyas bicara. “Mmmm
papa mau minum apa? Atau popcorn?” kami memilih makanan untuk dibawa masuk ke
teater.
“Terserah kamu aja” kata gua. Sesaat setelah
gua bilang begitu, gadis yang menjadi kasir di tempat itu mengajak foto bareng
dengan Tyas. Dia minta gua untuk mengambil foto mereka dengan kamera ponselnya.
...
Film yang gua tonton punya suara yang berisik
karena isinya adalah perang. Tyas sengaja memilih film yang sesuai dengan
selera gua. Tapi jujur, gua merasa bosan nonton film ini. Baru dua puluh menit
dan gua sudah mengantuk dibuatnya.
Tiba – tiba saja gua merasa ada tangan yang
berusaha membuka resleting celana gua dari samping kiri. “Papa ngantuk?” gua
menoleh dan melihat Tyas sedang menatapi gua dan tangannya sedang merogoh masuk
ke dalam celana gua melalui lubang resleting.
“T-tyas, ini apa – apaan?” di umur yang sudah
tua begini, gua langsung lemes saat tangan Tyas menggenggam batang kemaluan
gua. Tangan dan kaki enggak bisa bergerak saat Tyas mulai mengocok kontol gua
dengan gemulai namun kuat.
Mungkin karena insting laki – laki, gua
enggak bisa menolak ada gadis cantik yang ngasih gua servis nikmat seperti yang
gua rasain saat ini. Mata gua enggak bisa konsentrasi ke film dan hanya merem
mengkhayati belaian Tyas di bawah sana.
Hari ini dia sama sekali enggak membicarakan
tentang pernikahannya dengan Raiden.
Sepuluh menit berlalu dan Tyas masih manjain
gua dengan tangannya melingkari penis gua yang sudah ketar – ketir mau meledak.
Lalu Tyas menarik tangannya dari selangkangan gua.
Tangannya pindah menggenggam tangan kanan gua.
Dia angkat tangan gua ke wajahnya dan mulai menjilati jari jemari gua. Wajahnya
kelihata erotis saat menghisap jari telunjuk gua secara penuh ke dalam
mulutnya. Air liurnya melumuri jari gua.
Dia belum melepas tangan gua. Sekali ia
memberikan kecupan ringan ke tangan gua dan menatap gua dengan wajah bernafsu.
Dengan tangan kananya, ia membuka resleting roknya. Ia menarik tangan gua untuk
masuk ke dalam celana dalamnya.
Secara buta gua bisa merasakan bulunya yang
tak tercukur, basah di bawah sana. Lalu labianya yang hangat dan lembap. Tyas
melepas tangan gua dan berpegangan pada kursinya. Dengan wajah yang sama ia
menatap gua, seperti menunggu gua melakukan sesuatu. Akhirnya gua masukkan jari
gua ke dalam vaginanya dan Tyas langsung mendesah tanpa suara.
Untungnya film yang kami tonton sepi penonton
dan mungkin ini memang rencana Tyas.
Wajah Tyas bertingkah nakal menggoda gua sejak
gua mulai memperkosanya dengan jari gua. “Gimana pa? Seru?” katanya setengah
mendesah. Entah yang dia maksud itu filmnya atau selangkangannya, tapi gua
enggak menjawabnya.
Diikuti dengan “ng” yang panjang dan pelan dari
Tyas, gua merasa ada cairan panas yang menyembur kencang dari selangkangannya.
Gua tarik tangan gua dari selangkangan Tyas. Telapak
tangan gua basah dan hangat. Nafas Tyas terlihat sedikit terengah – engah setelah
ia mencapai klimaks. Ia pergi dari bangkunya entah kemana.
Sementara gua Cuma bisa bengong memikirkan
apa yang baru saja terjadi. Masih hangat tangan gua menggauli memek Tyas dan
penis gua yang menegang kembali.
Sepuluh menit kemudian Tyas kembali. Roknya
berbeda dengan apa yang ia kenakan sebelumnya—dan kering. Dia meletakkan koran
di atas bangkunya yang agak basah sebelum mendudukinya.
Tangannya kembali masuk ke dalam celana gua
dan mengocok kejantanan gua pelan – pelan. Sisa satu jam film, tangan Tyas
enggak pernah lepas dari kontol gua.
...
Tyas dan gua berada di ruang VIP karaoke. Gua
mengerang keras, memeluk tubuh Tyas dari belakang. Kami berdua berdiri dan
tubuh kami bergetar hebat. Gua angkat roknya tinggi – tinggi pakai tangan kiri
dan gua jambak bulu jembutnya keras – keras dengan tangan kanan. Tyas mengerang
bersama dengan gua. Kaki kami gemetaran. Dua jam waktu karaoke kami telah habis.
Gua menyemburkan banyak peju dengan erangan yang menggambarkan kenikmatan.
Akhirnya selesai dan gua mendorong Tyas. Kami
mulai mengatur nafas. Sedangkan Tyas segera mengambil tisu dan membersihkan
sisa sperma yang ada di selangkangannya.
“Pa. Sini Tyas bersihin” katanya melihat
penis gua yang juga belepotan. Gua enggak bisa ngomong apa – apa lagi dengan dia
dan langsung saja melangkah maju, menyodorkan selangkangan gua ke wajahnya.
Mulutnya terbuka dan melahap kontol gua. Dia
mengelus – elus urat – uratnya dan membuat gua memuntahkan tetesan – tetesan terakhir
peju yang gua simpan.
Setelahnya kami merapihkan diri. Tangan Tyas
merangkul kembali tangan gua dan kami berdua keluar dari ruangan kami.
“Jadi, pa... gimana hari ini? Seru?” katanya,
tak menyebut segala hal porno yang kami lakukan berdua sepanjang hari.
“Ehm lumayan.”
“Tentang pernikahan saya dengan Raiden. Papa
setuju kan?” nada bicaranya memelas. Dan gua enggak bisa bilang enggak ke Tyas
setelah dia ngelayanin nafsu gua yang udah lama enggak kepake semenjak istri
gua meninggal. “Beneran pa?” dia kelihatan senang minta ampun.
Kami berdua berjalan menuju pintu masuk
tempat Raiden menunggu.
“Papa, jika saya sudah menikah dengan Raiden,
saya akan lebih sering ngajak papa main saat Raiden enggak ada” dan
perkataannya itu mengiang terus di kepala gua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar