Selasa, 23 Agustus 2016

EFRANDA STEFANUS (FRANDA) - LIPUTAN OLAHRAGA


SINOPSIS
Bagi Franda, partner kerjanya yang sekarang adalah partner yang nyaman untuk diajak kerja dan ngobrol. Sudah lama bekerja sebagai pasangan juru kamera dan presenter liputan olah raga, mereka sudah sangat dekat, bahkan Franda berani mengenakan pakaian minim dan sedikit terbuka saat bekerja dengannya. 


Siang ini panas, gua berdiri di stadion, di tribun paling belakang, sedang menyiapkan kamera diantara bangku – bangku kosong. Hari ini gua dan Franda bakal ngambil gambar di stadion ini untuk segmen sepakbola untuk siaran lusa. Ini stadion terbuka dan rasanya gerah banget.
Franda datang, sudah siap dengan make up yang ia pakaikan sendiri, mengenakan jaket merah dan celana pendek sporty menyesuaikan dengan tema berita yang kami bawakan.
Akhirnya kamera siap dan kami langsung mengambil gambar sesuai script yang kami buat.
Seperti biasa Franda kelihatan cantik di depan kamera. Mata gua ini sepertinya beruntung banget bisa ngeliat dia dari dekat, sendirian lewat kamera. Hari itu lebih panas dari biasanya, Franda mulai keringatan. Gua kasih cut karena gua lihat dia kepanasan banget.
“Istirahat sebentar ya bang” kata Franda sambil mengambil air mineral botol. Entah kerasukan apa gua hari itu, enggak biasanya gua tertarik dengan Franda secara seksual. Gua liatin dia minum lewat kamera. Timingnya pas sekali, saat gua menyorot kebagian dadanya, dia buka resletingnya dan memamerkan tank top hijau ketat. Saat itu gua enggak bisa pindah menyoroti tubuhnya.
“Duduk bang, jangan berdiri aja. Capek kan?” gua sama Franda udah kerja lama, jadi udah deket karena selalu syuting berdua sebagai tim; gua cameraman dan dia presenter-nya. Baru aja gua berpikir yang enggak – enggak. Gua berpikir mungkin kalau gua minta ke Franda, mungkin dia mau barang sekali nenangin batang kemaluan gua yang udah tegang sejak tadi.
“Nda?” kata gua memulai.
“Ya bang?”
“Gua pengen ngomong sesuatu.”
“Ya, ngomong aja” kami bertatapan, ngeliat dia natap gua bikin birahi gua semakin menjadi.
“Lo hari ini pakai celana kelewat pendek deh.”
“Lah, kan udah biasa gua ambil gambar pakai celana sport begini.” Saat itu gua liat dia ngelirik ke bagian selangkangan gua dan matanya kelihatan kaget. “Astaga bang. Lo enggak kepikiran yang aneh – aneh kan?”
Suasana diantara kami jadi aneh. Sepertinya dia agak ga enak ngeliat gua “tegang” kayak gini. “Lo hari ini kenapa sih bang?” kata dia, demi hubungan kerja gua dengan dia, Franda kelihatan berusaha mengerti.
“Lo sama gua kan udah kerja lama, udah kenal lama. Gua enggak tahu kenapa dengan gua hari ini. Tapi Nda, tolong, sekali ini aja” dari raut wajahnya yang semakin ga enak, dia sepertinya tahu apa yang gua minta.
“L-lo mau gua ngapain?” Franda bertanya sekali lagi, kelihatan enggak percaya dengan jawaban yang ia duga di kepalanya. “Jangan bang, kita sudah deket kayak saudara. Jangan dirusak.”
Kecewa banget gua ngedenger jawaban dia. Setelah gua pikir, hubungan gua dengan dia juga sudah rusak setelah gua minta dia ngelayanin gua barusan. Pikiran gua kosong dan tanpa sadar gua ngambil pisau lipat yang gua simpan di kantong belakang buat jaga diri dan gua todongin ke wajahnya.
“B-bang?!” dia kelihatan ketakutan. “Abang apa – apaan?” dia mulai mundur sedikit demi sedikit.
“Berdiri!” paksa gua. Franda berdiri dan langsung gua tarik celananya.
“B-baik bang. Franda enggak bakal ngelawan, tapi tolong jangan pakai pisau” karena dia mulai menurut setelah gua ancam, gua turutin dan buang tuh pisau dekat kamera yang sebenarnya masih merekam.
Badannya gua buat menghadap ke tembok dengan kaki mengangkang dan tangan gua langsung melakukan tugasnya mengeluarkan penis gua yang sudah enggak tahan. Tanpa basa – basi daging panjang ini menusuk ke dalam selangkangan Franda.
Dia teriak, sepertinya kesakitan. Terang aja, dinding memeknya masih kering dan langsung gua sodok.
“Bang, pelan! Tolong jangan kasar” katanya kelihatan menahan sakit.
Tangan gua menggeliat memainkan bulu kemaluannya dan kemudian naik menarik resleting jaketnya. Berlanjut, jari – jari tangan kanan gua berjalan di atas perutnya yang datar kemudian menyusup ke dalam tank top hijaunya. Dengan tangan terbuka gua menerima kenyalnya payudara Franda di telapak tangan gua.
“P-pokoknya ahhh Cuma sekali ini aja ya –bbang. Jangan bi-bilang siapa – siapa... AHHH.”
“Tergantung Nda. Yang namanya birahi enggak bisa ditebak. Lagian kita main begini sudah direkam pake kamera gua, kalau lo mau tahu.”
“A-APA BANG!?” muka kagetnya enak sekali dipandang.
“Sini” gua tarik dia, dengan keadaan masih gua perkosa. “Lihat ke kamera” tangan gua mengunci tangannya dan gua berhasil membuat kamera merekam tubuh bagian bawahnya yang sedang gua acak – acak, polos tanpa celana.
“B-berhenti bang ahhh berhenti!” gua lanjut menarik tank top-nya dan ngebiarin toketnya terekam oleh kamera. Dia berontak, tapi tenaganya enggak bisa ngalahin tenaga gua.
Gua percepat gerakan gua, tapi Franda kelihatan enggak bisa mengikuti.
Gua memposisikan diri di hadapan kamera dan melepas jaket serta tank top Franda di hadapan kamera. Tangan gua memaksanya menghadap ke kamera dengan wajahnya yang merem melek kesakitan.
Ga nyangka gua bisa menyetubuhi cewek cakep yang selama ini Cuma bisa gua rekam wajahnya. Keringat – keringatnya yang bercucuran yang gua lihat di punggungnya makin buat hati gua panas karena nafsu.
Tiga puluh menit dan kami belum berganti posisi. Franda sudah kelihatan enggak kuat dan selangkangan gua masih kuat ngegenjot memeknya untuk dua puluh menit lagi.
“A-Aaaahhh AHHH ahhhh” dia Cuma bisa mengerang, udah enggak melawan. Jadi gua gunain saat ini untuk melepas kuncian gua. Franda jatuh ke lantai tengkurap. Kali ini gua duduk lalu gua seret dia buat duduk di atas pangkuan gua. Tubuhnya agak berat. Untungnya dia masih agak sadar; dia jadi penurut dan bantu gua memposisikan penis masuk ke lubang kemaluannya. Mungkin dia pikir enggak ada gunanya buat ngelawan lagi dan lebih memilih ngelayanin gua supaya ini cepat berakhir. Jadi dia duduk dipangkuan gua, naik turun. Berat tubuhnya saat jatuh dan menelan batang kemaluan gua masuk sampai ke ujung lubangnya, sensasinya sakit namun nikmat dan membuat ketagihan.
Dua puluh menit gua enggak berganti dan gerakan kami berdua semakin tak terkendali.
Akhirnya kontol gua mulai berdenyut dan akhirnya gua keluarin isinya di dalam rahimnya. Tubuhnya menggeliat saat merasakan peju panas menempel di dinding vaginanya.
Franda jatuh tergeletak, kelelahan. “Istirahat tiga puluh menit. Lalu kita siaran lagi” kata gua sambil berusaha berdiri, tapi Franda enggak menjawab.
Gua pakai lagi baju – baju gua dan mulai memeriksa kamera. Franda lebih memilih merebahkan dirinya, masih dalam keadaan telanjang, memulihkan diri dan mengambil nafas. Kelihatan seperti tak punya tenaga lagi.
“Senyum Franda” kata gua saat mengangkat kamera dari tripod-nya dan merekam dengan detail tubuhnya yang putih, berkeringat; dari kakinya yang gemetaran, pahanya yang kelihatan sehat, dadanya yang naik turun saat bernafas, putingnya yang masih keras dan wajahnya yang kehabisan nafas.
Dia menghadap ke kamera dan menuruti perintah gua. Wajahnya cantik tersenyum seperti merasa puas setelah digagahi olehku. Dia tahu apa yang gua mau. Dengan senyumannya yang kelihatan sedikit nakal, lengkap sudah rekaman pribadi gua dengannya hari ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar